Selasa, 06 Desember 2011

KUKM Gelar Konsolidasi Lembaga Keuangan Bank Dan Non Bank

Bandung-Sedikitnya lima puluh stand usaha mikro kecil menengah Jawa Barat, di resmikan oleh kementrian dan dinas koperasi usaha mikro kecil dan menengah Jawa Barat, di gedung senbik KUMKM Jawa Barat.

Kegiatan ini sebagai salah satu acara, dari konsolidasi lembaga keuangan bank dan non bank, demi tercapainya kemitraan yang harmonis antara lembaga keuangan bank maupun non bank dengan para pelaku umkm di Jawa Barat.

Dimana saat ini pelaku koperasi usaha mikro kecil menengah, menganggap perbankan kurang peduli terhadap pengajuan kredit mereka, bahkan cenderung di persulit. Sedangkan dari pihak perbankan sendiri kesulitan mendapatkan KUMKM yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan kredit dari bank.

Dinas kopersi usaha mikro kecil menengah, Wawan Hernawan, mengungkapkan pihaknya ingin memfasilitasi dan menjebatani  persoalan tersebut, sehingga akan terjalin kemitraan antara pelaku KUMKM dengan lembaga keuangan baik bank maupun non bank.

Sedangkan konsolidasi tersebut di ikuti beberapa bank swatsta maupun pemerintah, serta lembaga keuangan non bank.

Selasa, 18 Oktober 2011

BI: Lembaga Keuangan Bukan Bank Belum Diatur Hukum

Headline
Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono - inilah.com/Agus Priatna

"Nantinya mungkin seperti itu (ada payung hukum). Kita lihat dulu ketentuan umum yang dikeluarkan BIF Financial Regulation," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A Sarwono di Bogor, Kamis (14/7).

Hartadi menyatakan, ketentuan tersebut nanti disepakati oleh negara-negara G20 tingkat menteri. Setelah disepakati ketentuan itu baru bisa diadopsi ke masing-masing negara anggota. "Jika sudah adopsi masing-masing negara maka disesuaikan dengan finansial sektor di masing-masing negara apakah itu akan dikeluarkan regulasi yang baru," tandasnya.

Menurut Hartadi, keberadaan shadow banking tak perlu terlalu dikhawatirkan. Pasalnya, operasional bank yang dilakukan di luar bank untuk Indonesia tidak terlalu mengkhawatirkan. Hal ini bila dibandingkan di luar negeri yang memiliki regulasi ketat mengenai shadow banking.

"Secara keseluruhan kita menyambut baik adanya regulasi yang lebih ketat sehingga kalau ada krisis apapun dampaknya terhadap perekonomian domestik bisa kita atasi lebih awal dan kita mitigasi dengan baik," ucapnya. [hid]

Artajasa Menggaet Lembaga Keuangan Non Bank


Senin, 15 Agustus 2011 06:37 WIB
(Vibiznews-Banking), PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa) penyedia layanan ATM Bersama kini menggaet lembaga keuangan non bank. Artajasa menambah jaringannya dengan menambah keanggotaan tidak hanya dari bank.


"Kebijakan ini lahir untuk merespon regulasi bank sentral dalam mengakomodir kebutuhan lembaga keuangan non bank, agar bisa terkoneksi dengan layanan perbankan dan sekaligus memenuhi permintaan masyarakat," ungkap Business Representative Manager Artajasa Pupung Purnama Jaya disela acara buka puasa bersama di Kawasan Kebon Sirih, Jakarta.


Dikarakan Pupung, Artajasa telah mensosialisasikan perluasan keanggotaan tersebut kepada bank-bank anggota ATM Bersama dan Bank Indonesia (BI). Sampai saat ini tercatat anggota ATM bersama telah mencapai 75 bank.


"Bila sebelumnya transaksi elektronis yang terjadi adalah antar nasabah perbankan saja, maka dengan masuknya lembaga keuangan non bank memungkinkan terjadinya transaksi antar nasabah perbankan dengan nasabah non perbankan, begitu pun sebaliknya," terangnya.


Ia menjelaskan, saat ini pihaknya siap mengakomodir dua operator seluler untuk bergabung menjadi anggota ATM Bersama dalam waktu dekat. Sebagai tahap awal proses pelebaran keanggotaan tersebut, Artajasa membidik sekitar 7-8 perusahaan.


"Itu kita targetkan 10% dari anggota yang sekarang, jadi ada tujuh kira-kira. Sementara untuk dua operator seluler itu masih dalam proses implementasi, yang ditargetkan dalam dua bulan lagi bisa di-launching," paparnya.


Artajasa sebelumnya telah menyediakan solusi payment online seperti Telkomsel, Indosat, XL, Esia, Mobile 8. Serta perusahaan multifinance seperti Adira, FIF, Bussan Auto, Summit Oto Finance.



Rencana Penjaminan Lembaga Keuangan Bukan Bank Masih Rancu

Herdaru Purnomo - detikFinance 
 

Foto: Herdaru/detikFinance


Jakarta
 - Mekanisme penjaminan terhadap lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang rencananya akan dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) perlu diperjelas. Penjaminan terhadap LKBB berpotensi menimbulkan moral hazard.

Pengamat Asuransi dari PT Strategi Indonesia Mandiri, Alberto D Hanani, mengatakan perlunya penjelasan yang lebih konkret lagi mengenai kriteria perusahaan asuransi seperti
apa yang mendapatkan jaminan tersebut.

"Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah lembaga penjamin asuransi yang nantinya akan dibentuk berdasarkan RUU JPSK," ujarnya usai menjadi pembicara dalam Konferensi
Pers Rating 126 Asuransi di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Senin (29/06/2009).

Ia mencontohkan, jika ada dua perusahaan asuransi yang bangkrut, maka pemerintah harus bisa mempertanggungjawabkan mana perusahaan yang akan ditolong. Termasuk mengenai kriteria penyebab terjadinya kebangkrutan.

"Kalau yang satu ditolong, yang satu tidak kan jadi menimbulkan dampak moral hazard, Padahal penyebab kebangkrutan mereka bisa saja berbeda yaitu salah management (pengelolaan yang buruk) dan memang benar-benar kesulitan likuiditas," terangnya.

Kriteria-kriteria inilah yang menurut Alberto masih rancu dan berpotensi mengakibatkan dampak yang buruk bagi industri asuransi.

Ditambah lagi lambatnya DPR mengesahkan RUU tersebut yang mencerminkan ketidakpahaman DPR atas masalah tersebut. "DPR kita tidak seperti DPR Amerika,
mereka sendiri banyak yang tidak mengerti isi tentang RUU itu," paparnya.

Perusahaan asuransi, lanjut Alberto sebenarnya sudah punya penjaminan sendiri atau reassurance, untuk itu lebih baik mengoptimalisasikan penjaminan melalui reassurance itu sendiri. "Industri asuransi sudah ada reassurancenya jadi dioptimalkan saja lembaga tersebut (reassurance)," tegasnya.

Untuk diketahui dalam RUU JPSK memang dijelaskan akan ada penjaminan mengenai penanganan keulitan likuiditas dan/atau masalah solvabilitas suatu bank dan LKBB yang berdampak sistemik.

Namun yang saat ini menjadi tidak jelas yakni bagaimana prosedur penjaminan di lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang berdampak sistemik.